Sabtu, 07 Februari 2009

HIV - AIDS

Apa Penyebab HIV/AIDS ?

Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa virus HIVtelah ada di dalam tubuh sebelum munculnya penyakit AIDS ini. Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan. Faktor yang lain adalah waktu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kesempatan untuk terkena AIDS meningkat, bukannya menurun dikarenakan faktor waktu.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya.

Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya.

Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor, dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya, penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.

Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel T-helper, kita juga perlu tahu bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini mengubah struktur sel yang diserangnya. Virus ini menyerang dengan cara menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang menularinya. Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil virus HIV yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari sel-sel T-helper yang lain. Proses ini akan terjadi berulang-ulang.

Virus yang bekerja seperti ini disebut retrovirus. Yang membuat virus ini lebih sulit ditangani daripada virus lain adalah karena virus ini menjadi bagian dari struktur genetik sel yang ditulari, dan tidak ada cara untuk melepaskan diri dari virus ini. Ini berarti bahwa orang yang terinfeksi virus ini mungkin terinfeksi seumur hidupnya. Selain itu dapat berarti bahwa orang yang mengidap HIV dapat menulari sepanjang hidup.

Cara virus ini merusak fungsi sistem kekebalan tubuh belum dapat diungkapkan sepenuhnya. Teori yang terbaru namun belum dapat dibuktikan kebenarannya menyatakan bahwa rusaknya sistem kekebalan yang terjadi pada pengidap AIDS mungkin dikarenakan tubuh menganggap sel-sel T-helpernya yang terinfeksi sebagai “musuh”. Jika demikian kasusnya, lalu apa yang akan dilakukan oleh mekanisme pertahanan tubuh yaitu mulai memproduksi antibodi untuk mencoba menyerang sel-sel T yang telah terinfeksi. Akan tetapi antibodi juga akan diproduksi untuk menyerang sel T-helper yang tidak terinfeksi, mungkin juga merusak atau membuat sel-sel ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika demikian, HIV akan menyerang sistem kekebalan tubuh tidak hanya dengan membunuh sel-T tetapi dengan mengelabuhi tubuh dengan membiarkan tubuh sendiri yang menyerang mekanisme pertahanannya.

HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus ini juga merusask otak dan sistem saraf pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan, peneliti lain telah berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairan cerebrospinal dari orang yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS. Penemuan ini benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak. Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa mereka yang telah terinfeksi virus HIV pada akhirnya mungkin menderita kerusakan otak dan sistem saraf pusat.

Darimanakah AIDS berasal ?

Jawabannya adalah tak seorangpun yang tahu pasti. Banyak orang percaya bahwa virus yang menyebabkan AIDS mungkin berasal dari Afrika Tengah lalu disebarkan ke Amerika dan negara-negara lain lewat Haiti. Alasannya bukan semata-mata bahwa virus ini tersebar luas di Uganda, Zaire, Ruanda, dan negara-negara Afrika Tengah lainnya. Penemuan yang lebih meyakinkan adalah bahwa suatu virus yang sangat mirip dengan virus yang menyebabkan AIDS ialah endemik pada kera hijau Afrika. Yang lebih menarik lagi, virus ini kelihatannya mempunyai beberapa efek penyakit pada kera hijau ini. Akan tetapi, pada spesies kera yang berbeda yaitu macaques, virus ini menimbulkan sindrom kekurangan kekebalan tubuh yang menyerupai AIDS pada manusia.

Beberapa teori telah diahadirkan untuk diterapkan dan menjelaskan bagaimana virus AIDS pada kera ini dapat tertular pada manusia. Jawabannya adalah bahwa virus ini mungkin tertular karena kera hijau ini menggigit manusia dan oleh serangga yang membawa virus ini.

Beberapa kritikus menuduh para peneliti dari Amerika dan Eropa karena bertindak rasis dalam usaha mereka untuk menunjukkan bahwa AIDS berasal dari Afrika. Warga negara Afrika yang peduli akan hal ini, yang juga menjadi kambing hitam internasional untuk epidemik AIDS ini menghubungkan masalah ini dengan komunitas gay. Dalam kasus selanjutnya ada ketakutan bahwa hubungan AIDS dengan orang-orang gay akan mengarah pada perasaan anti gay dan anti lesbian yang muncul kembali. Di Afrika masalahnya adalah bahwa “menyalahkan orang-orang kulit hitam sebagai pembawa AIDS” akan meningkatkan masalah rasisme di dalam maupun luar negeri.

Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa asal AIDS ada hubungannya dengan Afrika. Yang membuat pemerintah Afrika sulit untuk mencegah anggapan itu adalah bahwa di masa lalu mereka juga menyangkal adanya penyakit epidemic AIDS di Afrika. Ada beberapa alasan yang dapat dimengerti mengapa penduduk Afrika bereaksi seperti itu. Negara-negara dnegan jumlah kasus AIDS tertinggi akan takut konsekuensi dalam bidang ekonomi yang harus ditanggung karena disebut-sebut sebagai pusat penularan AIDS, apalagi hal ini dapat mempengaruhi industri pariwisata. Kenya salah satu contohnya. Setelah ekspor kopi, pariwisata adalah industri yang paling penting bagi Kenya untuk menarik uang sebanyak mungkin.

Apakah HIV dan AIDS sama ?

HIV dan AIDS tidak sama, Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus.

Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS, yaitu:

A = Acquired (didapat), I = Immune (kekebalan tubuh),

D = Deficiency (kekurangan), S = Syndrome (gejala). Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIV sebelum akhirnya mengidap AIDS. Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu kaposi’s sarcoma (KS).

Penyakit ini kadang disebut “infeksi oportunistik”, karena penyakit ini menyerang dengan cara memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun sehingga kanker dan infeksi oportunistik inilah yang dapat menyebabkan kematian. Biasanya penyakit ini baru muncul dua sampai tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Orang yang mengidap KS mempunyai kesempatan hidup lebih lama dibandingkan orang yang terkena infeksi oportunistik. Akan tetapi belum ada seorang pun yang diketahui benar-benar sembuh dari AIDS. Penyakit PCP ini pertama kali diketahui pada tahun 1981 ketika 5 orang di Los Angeles menderita penyakit PCP tsb. Meskipun AIDS telah ditemukan di hampir setiap negara, tetapi negara asal penyakit ini belum diketahui.

Seseorang yang telah terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Apakah seseorang sudah tertular HIV atau tidak hanya bisa diketahui melalui tes darah. Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka telah tertular virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu orang ke orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai timbulnya penyakit. Belum lagi pada era globalisasi sekarang ini, banyak orang dewasa yang sering bertukar-tukar pasangan senggama, penyalahgunaan narkoba dan hal-hal lain yang mengakibatkan penyakit ini menjamur di masyarakat.

Siapakah yang dapat tertular AIDS ?

AIDS biasanya diderita oleh kaum gay atau biseksual di Eropa dan Amerika Utara. Hampir tiga per empat orang yang menderita AIDS di Amerika adalah kaum gay ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa AIDS adalah penyakit gay. Hal ini merupakan anggapan yang salah. Siapapun dapat tertular HIV/AIDS: janin, bayi, anak-anak, remaja, laki-laki, perempuan, orang tua, anak sekolah, sarjana, karyawan, tokoh agama, pejabat pemerintah, heteroseksual atau homoseksual. HIV/AIDS tidak mengenal suku, agama, ras, usia dan jenis kelamin.

Kelompok terbesar yang lain adalah para pengguna obat bius yang memakai jarum suntik yang sama atau alat-alat lain untuk mencampur dan menyuntikkan obat bius ini. Ketika para pengguna obat bitus ini memakai jarum suntik yang sama, darah dari satu pemakai dapat masuk ke tubuh orang yang lain, jika orang yang pertama membawa virus ini maka virus ini dapat ditularkan pada yang kedua. “Mengatur aliran darah”-mengalirkan darah masuk dan keluar dari suatu alat yang mereka pakai agar obat bius tidak tertinggal-dapat mempertinggi risiko penularan.

Kebanyakan pemakai obat bius HIV sudah tertular virus. Misalnya di kota New York diperkirakan bahwa lebih dari setengah pemakai obat bius ini tertular HIV. Walaupun kebanyakan kasus AIDS yang berhubungan dengan obat bius ini terdapat di New York dan New Jersey, penyakit ini menyebar sangat cepat diantara para pemakai obat bius IV di seluruh Amerika. Beberapa tahun kemudian kita dapat melihat banyak lagi kasus AIDS diantara para pemakai obat bius ini.

Karena HIV dapat ditemukan dalam air mani, para perempuan yang menggunakan inseminasi buatan (A.I.D : Artificial Insemination By Donor) untuk dapat hamil juga berisiko tertular. Mereka dapat tertular HIV jika air mani dari pendonor yang terinfeksi itu digunakan. Hal ini juga akan membahayakan bayinya. Bayi dapoat tertular HIV ketika masih dalam kandungan, atau mungkin pada saat kelahiran jika ibunya telah terinfeksi.

Perempuan yang mengambil sperma dari bank sperma juga mempunyai resiko untuk tertular. Sebagian besar bank sperma di Amerika secara rutin menguji pendonor dengan uji antibody terhadap HIV. Para perempuan yang mempunyai rencana untuk inseminasi diri beresiko tertular jika mereka tidak melakukan tes terhadap air mani donor sebelumnya.

Sangat jarang sekali laki-laki dan perempuan yang tidak termasuk dalam kelompok-kelompok ini yang terinfeksi virus yang akan membuat mereka mengidap penyakit AIDS. Tetapi orang yang gaya hidupnya memungkinkan penularan HIV, akan beresiko tertular.

Adakah obat untuk HIV ?

AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.

Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.

HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.

Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.

Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.

Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.

Menurut Flexner (1998), pada saat ini telah dikenal empat inhibitor protease yang digunakan pada terapi pasien yang terinfeksi oleh virus HIV, yaitu indinavir, nelfinavir, ritonavir dan saquinavir. Satu inhibitor lainnya masih dalam proses penelitian, yaitu amprenavir. Inhibitor protease yang telah umum digunakan, memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan. Semua inhibitor protease yang telah disetujui memiliki efek samping gastrointestinal. Hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan distribusi lemak abnormal dapat juga terjadi.